LensaKalbar – Dari sekitar 5,36 juta jiwa penduduk Kalbar, sekitar 8,4 persen di antaranya masuk kategori miskin dan 5,14 persen masih pengangguran. Mereka tentunya sangat sulit membangun rumah layak huni.
“Indikator ekonomi ini memberikan gambaran, tingkat kesejahteraan masyarakat Kalbar masih rendah,” terang M Zeet Hamdy Assovie , Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar, saat Sosialisasi Kebijakan dan Program Nasional Bidang Perumahan, di Hotel Gajahmada Pontianak , Selasa (24/10).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ( UU 23/2014 ) tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan, perumahan rakyat dan kawasan permukiman sebagai urusan wajib. Ini berkaitan dengan pelayanan dasar dan menjadi urusan prioritas. Sedangkan UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengamanatkan, pemerintah pusat dan daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah ( MBR ).
Untuk memenuhi hal tersebut, di antaranya dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap serta berkelanjutan .
“Kalbar saat ini masih membutuhkan 1,2 juta unit rumah dengan backlog perumahan berdasarkan konsep hunian mencapai di atas angka 5 persen,” ungkap M Zeet.
Ditambah kebutuhan rumah untuk keluarga baru lebih dari 20.000 unit per tahun. Sedangkan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) diperkirakan mencapai 140.000 unit. Sementara kemampuan pemerintah dalam menangani RTLH melalui Program Bantuan Rumah Swadaya (BSPS) di Kalbar pada 2017 sekitar 6.000 unit.
“Dengan kondisi ini diperlukan waktu yang panjang untuk dapat mewujudkan capaian rumah layak huni yang diharapkan,” kata M Zeet.
Program strategis serta kebijakan dari sisi pembiayaan perumahan yang dapat diakses masyarakat secara mudah dan murah, kata M Zet, harus diupayakan . Langkah ini merupakan terobosan dan salah satu alternatif dalam percepatan mewujudkan terpenuhinya rumah layak huni bagi MBR.
“Rumah layak huni merupakan impian masyarakat yang telah dicanangkan pemerintah hanya akan tercapai apabila ditangani secara bersama , baik pemerintah, lembaga jasa keuangan, pengembang, perguruan tinggi, masyarakat, dunia usaha, dan semua pihak terkait secara sinergi sesuai kompetensi dan kewenangannya,” papar M Zeet. (Nrt)