Tenda Pengungsian di Atas Lanting
- calendar_month Sen, 15 Nov 2021
- comment 0 komentar

Foto Ist
LensaKalbar – Lebih dari tiga pekan, banjir merendam Kabupaten Sintang. Salah satu daerah yang terdampak adalah Desa Teluk Kelansam, Kecamatan Sintang. Desa yang terletak di pesisir Sungai Kapuas itu terendam banjir hampir satu bulan lamanya.
Kardius, Kepada Desa Teluk Kelansam mengatakan, setidaknya ada 417 jiwa dari 700 jiwa, yang mendiami desa itu terdampak banjir. “Ini sudah memasuki minggu ke empat,” kata, Senin (15/11/2021).
Menurut Kardius, warga yang terdampak banjir sebagian besar mengungsi di rumah sanak saudara atau keluarga mereka. Ada juga yang mendirikan pondok atau tenda darurat di hutan karet.
“Namun ada juga yang masih bertahan di rumah dengan mendirikan panggung,” lanjutnya.
Sementara itu, Kardius dan keluarganya mengalami nasib serupa. Bedanya, ia memilih mengungsi di lanting jek (mesin untuk tambang emas). Ia juga membawa serta binatang peliharaannya, seperti kucing, dan ayam. “Rumah kami sudah terendam. Kami pun mengungsi di sini (lanting) lantik,” katanya.
Selain merendam rumah warga, kata Kardius, banjir juga merendam gardu listrik PLN sehingga warga harus mengandalkan alat penerangan lainnya, seperti genset atau pelita. “Selama banjir, di sini sudah tidak ada aliran listrik. Kalau malam biasanya pakai genset atau pelita,” tambahnya.
Banjir tidak hanya merendam Desa Teluk Kelansam, Kecamatan Sintang, tetapi juga merendam 11 kecamatan lainnya di Kabupaten Sintang. Setidaknya ada 124.497 jiwa, 25.884 jiwa di antaranya mengungsi.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kapuas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Remran mengatakan, banjir yang terjadi di Kabupaten Sintang dan sejumlah kabupaten lainnya di Kalimantan Barat, disebabkan beberapa faktor. Satu di antaranya karena degradasi dan alih fungsi lahan. Remran menyebut, kerusakan ini terjadi di hulu Kapuas, khususnya di Danau Sentarum.
Menurutnya, Danau Sentarum saat ini telah mengalami kerusakan atau degradasi. Salah satunya disebabkan alih fungsi lahan dan eksploitasi sumber daya alam, baik di bidang perikanan, pertanian, maupun perkebunan, terutama sawit.
Selain degradasi, kata Remran, topografi dan budaya masyarakat juga menentukan. Saat ini, kerusakan atau degradasi di Kalimantan Barat tercatat mencapai 969.232 hektare, termasuk di Kapuas hulu.
Dengan adanya aktivitas yang tidak ramah lingkungan, memberi dampak kepada GTA/Grill Tangkapan Air. GTA berfungsi untuk menyaring air sehingga kotoran/sampah tidak ikut terbawa ke saluran sehingga menyebabkan saluran tersumbat dan mencegah genangan yang bisa merusak struktur jalan. Danau Sentarum yang ada di Hulu Kapuas menurutnya semakin lama semakin menyempit dan mengalami sedimentasi yang semakin tinggi. Kondisi ini berakibat pada hilangnya daya tampung.
“Karena kondisinya sudah rusak maka jika terjadi hujan yang melebihi kapasitas, tidak sanggup lagi menampung. Terjadilah limpasan. Dengan limpasan itu, ditambah topografi yang curam, berdampak pada bagian tengah dan hilir. Salah satunya terjadi di Kabupaten Sintang,” kata dia.
Berdasarkan analisis BPDASHL Kapuas, terjadi curah hujan tinggi sejak akhir Oktober hingga awal November 2021. Di mana curah hujan rata-rata mencapai 294 milimeter, sehingga menghasilkan debit air 15.800 milimeter kubik per detik.
“Sedangkan kemampuan sungai hanya mampu menampung 12.300 milimeter kubik per detik. Di sini terdapat selisih 3.500 milimeter kubik per detik, sehingga meluap,” kata Remran.
Selain itu, berdasarkan topografinya, aliran Sungai Kapuas berkelok-kelok dan terdapat cekungan sehingga mengakibatkan air tertampung dan lamban surut.
“Itu sebabnya kenapa banjir di Sintang lamban surutnya,” bebernya.
Untuk itu, pihaknya berkewajiban melakukan rehabilitasi kawasan, khususnya daerah aliran sungai (DAS). Menurutnya, sejak lima tahun terakhir, BPDASHL Kapuas, telah melakukan rehabilitasi lahan kritis seluas 15.200 hektare.
Di samping itu, pihaknya juga menyarankan agar pembangunan fisik, harus berbasis konservasi tanah dan air sehingga dapat menahan laju erosi, longor, dan menguatkan tebing-tebing sungai.
Dia juga menyarankan agar sumur resapan air lebih banyak dibangun. Ini berfungsi untuk menampung air yang diakibatkan curah hujan yang melebihi kapasitas, sekaligus sebagai cadangan saat musim kemarau.
“Nah, berdasarkan pengamatan BPDAS, sumur resapan air ini belum maksimal,” pungkasnya. (prokopim/LK1)
- Penulis: Zainuddin
Saat ini belum ada komentar