LensaKalbar – Keberadaan masyarakat hukum adat akhir-akhir ini menjadi marak dan menarik diperbincangan oleh semua orang baik secara nasional maupun lokal.
Padahal, pengakuan tentang keberadaan serta hak-hak masyarakat hukum adat telah jelas dan tercantum dalam konstitusi baik dalam UUD 45 Pasal 18 B ayat (2), ataupun Ketetapan–Ketetapan MPR, terlebih UUPA No 5 Tahun 1960 pasal 5 adalah produk hukum pertama kali yang menegaskan pengakuan terhadap peranan masyarakat hukum adat.
Guna menyamakan persepsi tersebut, Ikatan Keluarga Besar Dayak U’ud Danum (IKADUM) Sintang menggelar Musyawarah Hukum Adat Dayak U’ud Danum Kalimantan Barat, Sabtu (1/12/2018).
Tujuanya, selain mempererat tali silaturahmi masyarakat Dayak U’ud Danum, juga membahas masalah hukum adat yang sering menjadi perdebatan.
“Musyawarah kali ini kita membahas hukum adat. Kadang-kadang hukum adat kita ini ada di posisi lintas adat. Artinya, ada adat suku lain dan ada adat suku U’ud Danum. Nah, hukum adat U’ud Danum ini yang harus kita benahi sistemnya secara bersama-sama,” kata Panitia Musyawarah Hukum Adat Dayak U’ud Danum Kalimantan Barat, Agus Jaya.
Melalui musyawarah tersebut, kata Agus Jaya, akan dibentuk sebuah aturan baku hukum adat Dayak U’ud Danum. “Jadi tidak ada lagi yang bisa dimain-mainkan maupun dikomersilkan soal hukum adat,” ujarnya.
Dalam musyawarah hukum adat dayak U’ud Danum tersebut, membahas 6 poin penting yang akan menjadi aturan baku.
6 poin penting tersebut, adalah:
- Membahas dan menetapkan semboyan suku dayak U’ud Danum
- Membahas dan menetapkan Ikrar Suku Bangsa Dayak U’ud Danum
- Membahas dan menetapkan Hyme Dayak U’ud Danum
- Membahas berbagai rekomendasi yang berkaitan dengan eksistensi dan masa depan suku bangsa dayak U’ud Danum baik itu, aspek kehidupan masyarakat dayak U’ud Danum, pmerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
- Membahas dan menetapkan tentang nilai/sanksi adat yang berlaku dalam hukum adat dayak U’ud Danum
- Membahas dan menetapakan hukum perkawinan adat dayak U’ud Danum
“6 poin itu yang dibahas dan ditetapkan dalam musyawarah kali ini,” katanya.
Terkait lahan adat, ungkap Agus Jaya, pihaknya akan menginventarisir kembali mana-mana saja yang merupakan lahan adat dan bukan. “Lahan adat akan kita kembali dengan orang-orang adat untuk dikelola. Selama ini banhak orang ngaku-ngaku orang suku/adat tertentu. Tetapi ujungnya lahan adat itu dijual. Kondisi ini yang tidak kita inginkan,” katanya.
Pantauan dilapangan, musyawarah hukum adat dayak U’ud Danum itupun dibuka secara resmi oleh Bupati Sintang dan Bupati Kapuas Hulu. “Sebenarnya ada tiga Bupati yang hadir. Karena Bupati Melawi ada kegiatan lain, maka yang hadir hanya Bupati Sintang dan Kapuas Hulu,” tutur Agus Jaya.
Sementara, Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir mengatakan bahwa musyawarah tersebut meningkatkan tali silaturahmi Kapuas hulu dan Sintang. “Musyawarah ini suatu hal yang sangat strategis. Karena akan menghasilkan suatu keputusan dan rekomendasi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” ungkap Nasir.
Nasir mengaku suku dayak U’ud Danum di Kapuas Hulu dan Sintang berbeda. Dengan adanya musyawarah tersebut diharapkan menjadi satu presepsi yang sama. “Bagaimana ini menjadi satu. Ini yang harus kita bahas bersama. Sola hukum adat, tidak bertentangan dengan hukum nasional kita,” katanya.
Di tempat yang sama, Bupati Sintang, Jarot Winarno mengatakan, pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan, ekonomi dan pembangunan adat dan budaya.
“Masyarakat adat mendapat tempat tersendiri di republik tercinta ini. Apalagi dengan tertibnya peraturan daerah kabupaten Sintang tentang hak hak adat,” ujar Jarot.
Pemerintah Kabupaten Sintang, tambah Jarot, saat ini sudah memetakan wilayah hutan adat di Kabupaten Sintang untuk diperjuangkan kepada Presiden. Ada 129 ribu hektar wilayah hutan adat yang diperjuangkan agar kembali di kelola oleh masyarakat adat.
“Tanggal 18 Agustus 2018 lalu, kita sudah menyerahkan 129 ribu hektar wilayah hutan adat kepada Kementrian Kehutanan dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Harapannya, agar wilayah hutan adat dapat kembali di kelola oleh masyarakat adat setempat,” tutupnya. (Dex)