LensaKalbar – Permasalahan pendidikan yang terjadi di indonesia adalah masalah kurangnya sarana prasarana pendidikan terutama di daerah-daerah terpencil. Hal ini menimbulkan kesenjangan dalam mutu pendidikan.
Banyak sekali peserta didik yang tidak bisa menikmati sarana dan prasarana yang sama dengan peserta didik yang ada di kota. Hal seperti itu membuktikan bahwa pemerintah kurang memperhatikan pendidikan yang ada di daerah terpencil.
Contohnya, di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 12, Merahau, Desa Merahau Permai, Kecamatan Kayan Hulu.
Di sekolah itu, seharusnya meliliki 6 lokal. Tapi kenyataannya hanya ada 4 lokal saja. Kondisi ini tentunya membuat beberapa kelas digabung menjadi satu. Seperti, kelas 2 bergabung dengan kelas 3. Dan kelas 4 bergabung dengan kelas 5.
“Sungguh sangat memprihatinkan,” ucap Ketua Komisi A DPRD Sintang, Santosa, kemarin.
Santosa mengaku telah membawa Bupati Sintang melihat langsung kondisi sekolah tersebut pada, Minggu (26/1/2020). Dia pun berharap pemerintah segera mencarikan solusi dan menangani persoalan di sekolah itu.
“Kita harap segera dicarikan solusi secepatnya. Apalagi bupati sudah melihat langsung ke lokasi. Ya, setidaknya pembangunan ruang kelas baru,” ujarnya.
Menurutnya, sarana dan prasarana pendidikan begitu penting untuk dipenuhi. Sebab, ihwal tersebut sangat berdampak pada mutu pendidikan di daerah kita.
“Bagaimana bangsa ini mau cerdas, kalau untuk pendidikan dasar saja sudah begini kondisi dan keadannya. Tentu ini harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Sekolah SDN 12 Merahau, Anastasia Nurhayati menceritakan bahwa kondisi sekolah tersebut seharusnya enam lokal, namun hanya memiliki empat lokal saja, sehingga ada kelas yang di gabung dalam satu ruangan yakni kelas 2 dan 3 serta kelas 4 dan 5.
“Kelas 1 dan 6 ruangan sendiri. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 1985 silam hingga sekarang ini,” ungkapnya.
Kemudian, kata dia, untuk kelas 4 dan 5 hanya dipisahkanpapan ruangannya. Kelas 2 dan 3 tidak.
Ironisnya lagi, siswa kelas 3 ada yang duduk satu meja bertiga. Kondisi ini terpaksa dilakukan karena pihaknya kekurangan sarana dan prasarana pendidikan.
“Sebbenarnya kelas enam ada lebih meja kursinya, cuma ruangan kelas 2 dan 3 itu tidak cukup kalau banyak mejanya, karena kelas 3 siswanya agak banyak dari kelas 2,” katanya.
Berdasarkan data yang ada, ungkap dia, untuk siswa kelas 1 berjumlah 22 orang, kelas 2 berjumlah 14 orang, kelas 3 berjumlah 28 orang, kelas 4 berjumlah 15 orang, kelas 5 berjumlah 16, dan kelas 6 berjumlah 7 orang.
Olehkarenanya, dia berharap Pemerintah Daerah segera merespon kondisi sekolah yang dipimpinnya tersebut, terutama untuk penambahan lokal kelas baru demi kelancaran proses belajar mengajar. (Dex)