TBS Anjlok, Pupuk Melambung

  • Whatsapp
Nikodemus, Anggota DPRD Sintang

LensaKalbar – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Nikodemus meminta pemerintah menyelesaikan persoalan yang dialami petani sawit di Bumi Senentang ini.

Kata Nikodemus, petani sawit saat ini menjerit dan menderita akibat harga tandan buah segar (TBS) jatuh di harga paling rendah dan ditambah lagi harga pupuk yang melambung tinggi.

Maka itu, Nikodemus meminta pemerintah bertanggung jawab atas permasalahan yang dialami para petani sawit itu. “Pemerintah harus bertanggung jawab atas kondisi yang dialami para petani, khususnya petani sawit di seluruh Bumi Senentang ini. Pemerintah harus segera mengatasinya secara tuntas dan tidak hanya memberikan solusi yang akan menimbulkan masalah baru lagi,” tegas Nikodemus, baru-baru ini.

Tatkala petani sawit mulai gelisah dengan kondisi yang terjadi secara nasional ini, Nikodemus menilai tidak ada upaya konkret dari pemerintah untuk memperlihatkan keberpihakan kepada petani dengan membiarkan persoalan harga pupuk yang tidak sebanding lagi dengan hasil kebun petani.

“Harga TBS sangat rendah. Dan harga pupuk sawit yang sangat mahal. Di saat kondisi petani sawit seperti ini negara tidak hadir. Ya seperti itulah kondisinya. Dimana saat ini negara?” cetus politikus Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini.

Apabila kondisi ini terus dibiarkan dan tidak ada kebijakan yang betul-betul memihak kepada petani, maka Nikodemus berpendapat, pemerintah sama saja mengabaikan nasib seluruh petani sawit di kabupaten ini.

“Tentunya kondisi seperti sekarang inj berakibat fatal terhadap petani sawit mandiri dan kebun masyarakat. Mereka akan terancam kehidupannya,” kata Nikodemus.

Parahnya lagi, ungkap Nikodemus, ketika harga TBS stabil dan naik, harga pupuk di tingkat petani juga terus merangkak naik. Tetapi, tidak sebanding ketika harga TBS itu turun drastis, sementara harga pupuk terus naik.

“Waktu harga sawit naik, pupuk naik. Tatkala harga TBS turun, harga pupuk tetap tinggi. Ini kan hantaman bagi petani karena sudah tidak sebanding lagi antara hasil produksi sawit dengan operasionalnya. Masyarakat akan meninggalkan kebun mereka karena tidak sesuai hasilnya lagi. Kenapa tidak hancur kebun sawit masyarakat,” ulas Nikodemus.

Lebih lanjut dia mengatakan, kekacauan harga TBS kelapa sawit karena pemerintah gagal mengambil kebijakan dan menyelesaikan kisruh harga crude palm oil (CPO) yang berdampak tragis. Situasi itu dinilai justru semakin memprihatinkan pascapemerintah mencabut larangan ekspor CPO.

Ihwal ini diungkapkannya bukan tanpa alasan. Pasalnya ketika melakukan kegiatan reses kedewanan di daerah pemilihan (Dapil), dirinya di cecar dengan berbagai keluhan dan aspirasi yang disampaikan masyarakat, terutama soal harga TBS yang tidak sebanding dengan harga pupuk saat ini.

“Jadi waktu kita reses kemarin, rata-rata keluhan dari masyarakat petani sawit yang mengeluhkan tidak sesuainya harga TBS pascapemerintah mencabut larangan ekspor CPO. Parahnya harga TBS saat ini tidak sesuai dengan patokan dari Pemerintah Provinsi Kalbar,” pungkas Nikodemus, wakil rakyat dari Dapil Kecamatan Sepauk dan Kecamatan Tempunak.

Berdasarkan data bersumber dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar sebagaimana hasil tim penetapan harga untuk periode II 2022 pada  Kamis (30 Juni 2022), harga tertinggi untuk TBS sawit pada umur 10 – 20 tahun hanya RpRp2.523,82/Kg. Terendah di umur 3 tahun Rp1.882.28.

Untuk harga CPO berdasarkan hasil penetapan Rp11.443,71/ Kg dan PK Rp6.050,26/Kg. Tren penurunan harga sawit di Kalbar sebagaimana juga secara nasional pasca adanya pelarangan ekspor produk dari sawit tersebut.

Sebelum ada larangan ekspor produk sawit, harga sawit terutama TBS di Kalbar pernah tembus Rp4.000 per kilogram. Kemudian  CPO tembus Rp17.000/Kg dan PK Rp13.000/Kg. Harga tertinggi tersebut terjadi pada periode I Maret 2022. (Dex)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *